Rabu, Januari 21, 2009

Mengatasi Pengangguran dengan Insentif Pajak?

Dewasa ini, semakin banyak perusahaan ”terpaksa” melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan mungkin akan lebih banyak lagi penganguran di waktu mendatang. Harga-harga terlanjur meningkat. Sekalipun harga BBM telah diturunkan, harga barang, biaya transportasi dan lainnya tidak serta-merta turun kembali. Efek kenaikan harga input terhadap harga output (produk) biasanya memang tidak sama (tidak simetris) dengan efek menurunnya. Daya beli masyarakat menurun, yang tentunya bisa mempengaruhi pada tarikan permintaan atas produk, dan seterusnya . . .
Saya tidak bermaksud pesimistis, atau bahkan skeptis. Tetapi saya kira kita harus waspada dan mengantisipasi dampak negatif krisis belakangan ini. Di tahun 2009, tantangan menghadapi kemungkinan meningkatnya pengangguran tidak boleh diabaikan pada saat Pemilu harus berlangsung.
Lantas, apakah akan membiarkan saja perusahan melakukan PHK dan menyerahkannya kepada ”mekanisme pasar”? Toh keseimbangan pasar yang baru pada akhirnya akan tercapai? Rasanya tidak. Biaya sosial tentu akan sangat besar. Bukan cuma itu. Langkah demikian jelas bukan pilihan kebijakan yang pro-rakyat. Lalu apa pilihan yang perlu dipertimbangkan?
Salah satu usul saya adalah menggunakan ”instrumen pajak.” Kali ini kita diskusikan khusus topik ini. Bagaimana caranya?
Pertama, berikan insentif pajak kepada perusahaan yang ada yang melakukan aktivitas berinovasi. Bagi dunia usaha berinovasi sangta penting karena ini menjadi kunci bagi peningkatan produktivitas (dalam arti luas).
Salah satu tantangan umumnya [bagi pemerintah dan wajib pajak] adalah mekanisme operasional-administratif. Nah untuk mengatasi hal ini, sederhanakan prosedur klaim untuk insentif. Jika untuk mengkalim menyulitkan pengusaha, tentu tidak akan menjadi insentif yang efektif. Bagi pengelola pajak {Ditjen Pajak], mekanisme yang terlampau rumit juga akan menimbulkan biaya administratif yang besar.
Bagaimana jika „disalahgunakan“ ? Boleh jadi memang akan ada loop hole bagi pelaku bisnis yang nakal (ada potensi moral hazard). Bentuk saja tim evaluator/audit untuk menilai apakah suatu perusahaan berhak mendapatkan sejumlah insentif pajak tertentu atau tidak. Apakah ini akan menjamin tidak akan terjadi “kebocoran“? Tentu saja tidak. Ini tugas penegak hukum jika terjadi penyimpangan dan pelanggaran hukum. Yang jelas, ini bisa menjadi alat edukasi kepada masyarakat. Karena kebijakan yang baik juga harus dilandaskan kepada anggapan baik (prasangka positif) dan untuk mendorong masyarakat yang saling percaya, bukan saling curiga [termasuk antara pemerintah dan rakyat]. Semua pihak, pemerintah maupun wajib pajak, memang harus memiliki good will agar instrumen kebijakan bisa efektif, termasuk dalam perpajakan.
Apa batasan ”aktivitas berinovasi”? Bisa berawal dari apa yang diungkap dalam dokumen Frascaty Manual (lihat misalnya di sini), dan disesuaikan untuk konteksnya.
Insentif seperti ini akan memberikan alternatif positif bagi perusahaan yang baik untuk tidak melakukan PHK tetapi sebaliknya lebih memilih berinovasi untuk mempertahankan daya saingnya.
Kedua, berikan insentif ”bebas pajak” kepada perusahaan baru atau perusahaan pemula. Mengapa? Perusahaan baru/pemula pada umumnya akan menyediakan kesempatan kerja baru dan tentunya meringankan tingkat perkembangan para pencari kerja. Survei-survei GEM (Global Entrepreneurship Monitor) selalu menunjukkan bahwa perusahaan pemula yang inovatif biasanya menyediakan perkembangan kesempatan kerja yang lebih baik dibanding perusahaan-perusahaan yang sudah lebih dulu ada. Selain itu, perkembangan perusahaan baru/pemula juga sangat penting untuk perubahan struktur ekonomi yang lebih sehat [dan mudah-mudahan lebih adil]. Strategi ini bisa dibarengi dengan pembatasan pada bidang/sektor usaha tertentu yang ingin didorong sebagai ”unggulan” Indonesia.
Tetapkan bahwa salah satu persyaratan keikutsertaan insentif pajak bagi perusahaan adalah kepemilikan NPWP semua karyawan [tentu termasuk para pemiliknya].
Banyak yang menggunakan ”ukuran” 3,5 tahun sebagai masa inkubasi perusahaan. Jadi pemberian insentif bebas pajak tertentu selama 5 tahun adalah sangat wajar.
Dari keuangan negara, insentif pajak demikian memang seolah kehilangan pendapatan pemerintah. Namun dari kepentingan nasional, ini sebenarnya lebih merupakan realokasi sumber daya untuk memelihara kesehatan sosial ekonomi dan investasi bagi perbaikan di masa datang.
Kebijakan insentif ini perlu dibarengi dengan beberapa langkah penting lain, terutama kemudahan perijinan bisnis/investasi, peningkatan penggunaan teknologi dan produk dalam negeri, dan budaya kreatif-inovatif di masyarakat.
Bagaimana menurut Anda?
Salam.

Baca Selanjutnya...

Sabtu, Januari 17, 2009

Mendorong Kreativitas – Inovasi : Selamat Kepada Para Pemenang

Lomba Posting tentang Mendorong Kreativitas – Inovasi telah ditutup. Walaupun banyak yang menyatakan minat untuk berpartisipasi, seperti telah diduga, yang benar-benar merealisasikannya pada lomba periode ini masih terbatas. Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada rekan-rekan yang telah berpartisipasi dan berani menjadi pelopor mendorong kreativitas – inovasi melalui artikel di blog masing-masing. Saya sudah mengunjungi blog rekan-rekan yang menginformasikan berpartisipasi.
Saya teringat konsep yang diperkenalkan oleh Everett Rogers (1962) dalam bukunya Diffusion of Innovations (1962), yang menulis bahwa difusi merupakan proses di mana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu sepanjang waktu di antara anggota masyarakat. Konsep ini mengungkapkan tentang bagaimana, mengapa dan pada tingkat berapa cepat suatu gagasan baru atau teknologi tersebar luas dalam suatu budaya. Di sini ia mengungkap adopsi ide atau teknologi yang mengikuti "kurva normal" untuk adopsi inovasi setiap kelompok masyarakat dan "kurva S" sebagai akumulasi adopsinya.
Konsep ini dkembangkan lebih lanjut oleh Geoffrey A Moore, yang menulis buku Crossing the Chasm: Marketing and Selling High-Tech Products to Mainstream Customers (1991). Nah, kira-kira bentuk psikografik masyarakat atas ide baru atau inovasi pada umumnya mengikuti kurva seperti dalam gambar berikut.



Jadi, pada umumnya, betapa sedikitnya orang yang memiliki kecenderungan dan “berani” mengadopsi gagasan baru atau inovasi [yang ditunjukkan oleh segmen paling kiri pada kurva]. Kata konsep ini, sebagian besar orang akan “takut, khawatir, atau rada-rada lelet” dalam menerima ide-ide (gagasan) baru, atau bahkan "menolak" sekalipun ia "tahu" bahwa ide/hal-hal ynag baru tersebut membawa kebaikan bagi dirinya.
Karena itu, saya tidak kecewa kalau yang berani mengikuti lomba posting artikel blog yang memuat ide untuk mendorong kreativitas – inovasi ini teramat-sangat sedikit he he . . . Memang yang beginian akan bikin “ribet” tetapi mungkin tidak mendongkrak pagerank dan popularitas blog sih . . .
Oleh karena itu, sesuai janji saya, apresiasi sangat tinggi saya sampaikan kepada para pelopor dan pemberani dalam menyampaikan gagasannya untuk mendorong kreativitas – keinovasian dalam blog masing-masing, yang telah berpartisipasi dalam lomba ini. Mereka adalah :

SELAMAT, SAYA SANGAT MENGHARGAI PARTISIPASI ANDA SEMUA. Semoga terus menjadi blogger pelopor yang berani menyampaikan gagasan dan menebar semangat mendorong kreativitas – keinovasian, serta memberikan kemanfaatan kepada masyarakat Indonesia melalui blog.
Kepada rekan-rekan pemenang, dimohon dapat menghubungi saya melalui email untuk menyampaikan nama dan alamat pos masing-masing ke tatang_taufik [at] yahoo.com, agar saya dapat mengirim buku ke alamat yang tepat.

Salam.

Baca Selanjutnya...

Sabtu, Januari 10, 2009

Technology Clearing House

Banyak pihak menilai bahwa suatu technology clearing house memiliki peran yang sangat penting. Tapi apa sebenarnya dan siapa yang mengelolanya? Saya ingin mengawali diskusi ini dengan penjelasan singkat.
Technology clearing house pada dasarnya adalah suatu lembaga atau organisasi (atau pengorganisasian) yang :

  1. Berperan melakukan clearance test bagi teknologi. Jadi dalam hal ini, lembaga tersebut berperan (diberi kewenangan) untuk menilai dan menyatakan bahwa suatu teknologi “laik” untuk diterapkan di suatu negara atau untuk konteks tertentu di suatu negara; dan/atau
  2. Berperan memfasilitasi penghimpunan dan pertukaran informasi, keahlian dan/atau produk teknologi tertentu.

Mudah-mudahan skema ini dapat membantu sedikit memberikan gambaran tentang technology clearing house.

Mengapa penting? Adanya peran technology clearing house demikian pada dasarnya diperlukan untuk (atas dasar) kepentingan nasional (national interest), seperti kepentingan publik tertentu (misalnya kesehatan, keamanan, dan keselamatan), kemandirian teknologi, pengembangan industri dalam negeri, peningkatan efektivitas, efisiensi dan keterpaduan difusi teknologi (termasuk informasi teknologi), dan lainnya. Bagi komunitas pengguna teknologi, adanya organisasi yang menjalankan technology clearing house dapat memfasilitasi akses (dalam arti tingkat kemudahan, keterjangkauan, kecepatan) terhadap informasi teknologi dan pemanfaatan teknologi itu sendiri, dan/atau kepakaran yang terkait dengan teknologi. Jadi, tentunya technology clearing house memiliki peran penting dalam pengembangan atau penguatan sistem inovasi di suatu negara [silahkan lihat-lihat kembali beberapa artikel tentang ini di blog ini atau blog sistem inovasi].
Technology clearing house bisa beroperasi dalam spektrum bidang teknologi yang luas atau spesifik.
Lantas siapa yang dapat menjalankan peran sebagai technology clearing house? Ini tentu bisa berdasarkan peryimbangan peraturan perundangan, bisa karena kompetensi yang diakui dan memperoleh pengakuan atau menjadi konsensus komunitas tertentu, atau kombinasinya.
Bagaimana pendapat Anda? Siapa yang sebaiknya menjalankan peran sebagai technology clearing house di Indonesia?

Baca Selanjutnya...

KOMENTAR TERAKHIR

TTM => Teman-Teman Mem-blog

Creative Commons License
Blog by Tatang A Taufik is licensed under a Creative Commons Attribution-Share Alike 3.0 United States License.
Based on a work at tatang-taufik.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://tatang-taufik.blogspot.com/.

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP