Sistem Inovasi Daerah di Indonesia (?)
Sistem inovasi yang berorientasi pada spesialisasi kewilayahan menjadi kunci keberhasilan pengembangan riset dan aplikasinya. Di sisi lain, sistem inovasi di tingkat daerah dan nasional ini masih diabaikan Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Padahal, banyak hasil riset memiliki potensi aplikasi . . . (lihat Kompas, 23 September 2008).
Sorotan Komisi VII DPR atas "pengabaian" sistem inovasi ini menarik dan tentu tidak bisa dikesampingkan begitu saja.
Secara "sederhana", sistem inovasi nasional (national innovation system) dapat "diiris" atas dua dimensi, yaitu: yang berbasis "sektor" (sector-wise sub-national innovation system), dan yang berbasis "teritori/wilayah" (territorial-wise sub-national innovation system). Nah, kalau mau jujur, pada tataran nasional, sektor maupun kewilayahan, upaya pengembangan atau penguatan sistem inovasi di Indonesia memang masih pada taraf "diwacanakan". Embrio prakarsa sebenarnya pernah ada, bahkan sudah terhitung lumayan lama. Mungkin dapat dikatakan bahwa prakarsa dalam hal ini tidak terlampau tertinggal jauh dari prakarsa-prakarsa negara tetangga di ASEAN. Namun posisi ini kini sudah berbeda.
Sekedar menyebut contoh, tahun 2001an, KNRT bekerjasama dengan Pemerintah Jerman pernah memprakarsai PERISKOP yang mulai menelaah gambaran sistem inovasi daerah ini. Persoalan klasiknya, tindak lanjut yang masih lemah . . .
BPPT juga pernah memprakarsai pengembangan sistem inovasi daerah ini di tahun 2004-2005 dengan bekal sumber daya minimum. Sumber referensi dipelajari, panduan disiapkan, workshop-workshop digelar . . . Saat itu saya pernah berangan mendorong prakarsa yang disebut "Gerbang Indah Nusantara" (Gerakan Membangun Sistem Inovasi Daerah di seluruh wilayah Nusantara). Wah, namanya keren . . . Sayang, tidak berlanjut konsisten . . . Walaupun begitu, beberapa daerah masih mengontak berdiskusi untuk mengimplementasikannya (misalnya Kota Surakarta dan Kabupaten Tegal).
Tapi saya tak ingin berkepanjangan berkeluh-kesah tentang beberapa kisah tersebut. Juga atas berita di Kompas tersebut. Sisi positifnya, saya kira tanggapan dari Komisi VII tersebut merupakan a wake-up call agar kita segera berbenah diri dalam hal ini.
Saya pernah menulis di 2006 (pernah juga saya paparkan di KNRT), setidaknya ada 4 (empat) "isu strategis" yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam rangka berbenah ini (sebagai prakarsa awal). Apa saja itu? He . . he . . . sekarang sudah agak larut malam, sudah lelah dengan tenaga tersisa dari diskusi di Balitbang Perhubungan tadi sore sambil ngabuburit. Jadi, ya dalam kesempatan berikutnya saya tulis lagi, insya Allah . . . .
1 comments:
Mampir belajar
Posting Komentar