Blogger dan Telecenter : Dapatkah Lebih Berperan Dalam Pemberdayaan Masyarakat ?
Ok, sebaiknya saya mulai dari dua istilah di judul artikel ini : blogger dan telecenter. Saya kira semua sudah tahu yang saya maksud dengan blogger, yaitu penggiat blog – mereka yang membuat blog dan mempublikasikannya di internet – seperti rekan-rekan yang namanya tersebar di blog saya ini [saya kira sebagian besar pembaca artikel saya di sini juga adalah blogger]. Apakah di Indonesia sudah ada telecenter? Sudah [jumlahnya saya tidak punya data]. Tentu saja dibandingkan dengan yang dibutuhkan, jumlahnya masih sangat kurang. Beberapa hanya “hidup” sebentar; ada yang berkembang, bertahan atau mungkin sudah tinggal namanya saja. Silahkan dicek mungkin di sekitar tempat tinggal Anda sudah ada telecenter, mungkin juga belum. Nah, jelas jika masyarakat "yang tidak/kurang berdaya" menghadapi hal-hal seperti itu secara bersamaan, tidak mudah bagi mereka mengatasinya sendirian. Jika kita hanya berpangku tangan tidak memperdulikan keadaan seperti ini, apa kata anak-cucu kita kelak? Itu kan tugas pemerintah? Siapa bilang? Memang benar pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam hal ini. Tapi percaya lah [wow seperti iklan], pemerintah saja tidak akan mampu mengatasi persoalan kemiskinan, kesenjangan, kertebelakangan dalam masyarakat sendirian. Setiap orang mempunyai tanggung jawab dalam memberdayakan masyarakat. Jika telah ada seseorang atau sekelompok orang yang melaksanakannya, itu tidak otomatis menggugurkan kewajiban kita untuk melakukannya. Everybody has social responsibility . . . Nah bagaimana dengan blogger? Wah, memang pengalaman saya jalan-jalan ke blog rekan-rekan belum lama. Tetapi menurut saya sungguh luar biasa. Blogger Indonesia banyak yang menguasai teknis di bidang teknologi informasi dan komunikasi [TIK, termasuk internet ini] dan banyak yang sangat kreatif. Bahkan banyak yang masih berusia sangat muda. Apakah TIK dapat bermanfaat bagi masyarakat umum? Sangat banyak, misalnya : Jadi secara umum kita dapat mengembangkan telecenter untuk : Lantas, apa peran utama telecenter? Pada dasarnya, peran telecenter dalam hal ini adalah : Siapa yang kita bantu? Saya menyarankan prioritaskan kepada mereka yang memang paling membutuhkan. Tentu sedapat mungkin kita mulai di lingkungan sekitar kita. Boleh juga untuk kelompok tertentu yang memang memerlukan dibantu misalnya seperti kelompok perempuan, kelompok pelaku usaha kecil/menengah, anak-anak jalanan, dan lainnya.
Lalu apa itu telecenter? Ini juga sebetulnya bukan hal yang baru. Setidaknya saya pernah menyinggung dalam posting di blog ini, blog ini, blog ini atau blog ini, dan tautnya. Sederhananya, telecenter pada dasarnya merupakan tempat untuk mendukung pemberdayaan masyarakat – tentunya dengan beberapa fasilitas tertentu – yang dilengkapi dengan akses teknologi informasi dan komunikasi (TIK), termasuk internet.
Mengapa disebut telecenter? Ya pada awalnya, telecenter dikembangkan untuk pemberdayaan komunitas masyarakat yang “terpencil” atau “berjarak jauh” atau “terisolasi” dari masyarakat lainnya. Telecenter ini dianggap diperlukan untuk mengatasi keterpencilan/keterisolasian tersebut. Jadi ini dinilai berguna untuk aktivitas “bertele-tele” dalam arti berhubungan, berkomunikasi dan membangun jejaring dengan komunitas masyarakat lainnya. Telecenter tentu saja tidak diharapkan menjadi tempat aktivitas yang “bertele-tele” – “pakepuk-pabaliut”, kata orang Sunda - dalam arti tidak efektif-efisien dalam memberdayakan masyarakat.
Telecenter berkembang dengan nama yang beragam, seperti :
Apakah telecenter hanya relevan untuk wilayah perdesaan atau wilayah-wilayah di luar Pulau Jawa saja? Tentu tidak. “Keterisolasian” masih ditemui di Pulau jawa sekali pun. Di masa sekarang, persoalan ini bukan hanya menyangkut keterisolasian karena jarak fisik tetapi juga dalam dimensi lainnya. Coba renungkan isu-isu di bawah ini dan keterkaitannya dengan isu “keterisolasian” dalam masyarakat kita :
Pada mulanya saya sempat agak terheran-heran. Karena di Negara yang oleh sebagian dari kita sering disebut “Negara Kapitalis” [bukan yang orangnya suka dengan huruf kapital] justru “kohesi sosial”-nya kok malah “bagus” [ini setidaknya dalam beberapa segi praktis tertentu]. Di tempat sekolah saya dulu, pemeliharaan kebersihan beberapa penggal jalan dilakukan oleh sehimpunan mahasiswa. Mereka juga ada yang berpraktik dengan membuat program komputer untuk pola penggantian tanaman atau pengairan di pertanian, dan sebagainya.
Ok, kembali ke “telecenter”, menurut saya kita perlu terus mengembangkannya. Setidaknya bisa difokuskan kepada upaya untuk :
Rekan-rekan blogger dapat berpartisipasi dalam berbagi ilmu melalui “kegiatan sosial” sesuai bidangnya. Misalnya :
Tempatnya ? Wah, saya kira banyak pilihan. Yang paling baik tentu berdiskusi dengan komunitas masyarakat yang bersangkutan. Lokasi bisa di tempat ibadah, sekolah, kantor kelurahan, atau tempat lain yang disepakati bersama. Di lingkungan sekolah, pemberdayaan masyarakat seperti melalui telecenter bisa termasuk aktivitas “Pembelajaran Luar Sekolah”. Silahkan ditanyakan kepada Dinas atau instansi yang menangani di daerah Anda.
Rekan blogger . . .
Sekecil apapun, jika masing-masing kita berpartisipasi dalam memberdayakan masyarakat, insya Allah Indonesia akan lebih baik.
Wallahu alam bissawab . . .
Semoga amal Anda dalam memberdayakan masyarakat dan sedekah Anda melalui kelebihan kemampuan yang diberikan Tuhan mendapat balasan yang jauh lebih baik dariNya.
Semoga bermanfaat
Salam
Catatan : jika dinilai berguna, silahkan disebarluaskan. Artikel ini bebas digandakan atau dimodifikasi dan dipublikasikan kembali dalam blog Anda sebagai tulisan Anda, asalkan untuk kebaikan. Karena saya sudah menyatakannya, insya Allah itu bukan plagiat kok . . .